![]() |
Jaswadi (baju biru) tegar, puluhan tahun merawat dua saudaranya yang Lumpuh. (foto: tim/reog.tv) |
Seorang pria miskin di Ngrayun, Ponorogo, rela
menghabiskan hidupnya untuk merawat dua saudaranya yang lumpuh dan tak bisa
bergerak sama sekali. Dalam kondisi serba kekurangan, pria ini setiap hari
bekerja, memasak, menggendong, menyuapi, hingga membersihkan kotoran dua
saudaranya. Namun ia tidak pernah mengeluh dan tetap menjalani kehidupannya,
bersama saudaranya yang cacat. Seperti apa kisahnya? Berikut
liputannya.
SUPRIYANTO dan Wiji, terbaring lemah di atas ranjang kayu, di dalam
rumahnya yang kumuh, Di dusun Krajan, desa Mrayan, kecamatan Ngrayun, Ponorogo.
Tak hanya kumuh, ruangan rumah yang juga menjadi tempat tidur ini, sangat
pengap dan berbau busuk kotoran manusia.
Bau busuk kotoran yang sangat menyengat dan pengapnya
udara, membuat yang menciumnya akan berasa hendak muntah. Siapapun yang baru
masuk, tak akan kuat bertahan di dalam ruangan berukuran 5 x 6 meter ini, lebih
dari 5 menit. Bau busuk ini, tak lain dari sisa kotoran dan kencing Suprianto
dan Wiji, pasangan kakak adik yang lumpuh, sejak bayi.
Wiji yang kini berumur 35 tahun, tak bisa bergerak sama
sekali, hanya terbaring dengan posisi miring. Tangan dan kakinya tak bisa
digerakkan sama sekali. Sesekali, matanya menatap tanah, dan mulutnya menganga.
Di sampingnya, di tempat tidur yang sama, ada Suprianto, adiknya yang kini
berumur sekitar 25 tahun.
![]() |
Dengan sabar, setiap hari Jaswadi selalu membantu kebutuhan kakak dan adiknya.(foto: tim/reog.tv |
Kondisinya tak jauh berbeda, hanya bisa berbaring dan
sesekali menggerakkan kepalanya. Tangan dan kaki, juga tertekuk kaku tak bisa
digerakkan sama sekali. Namun kepalanya, masih bisa di dengakknya, sesekali,
meski dengan sangat kesulitan. Sesekali dari mulutnya, terdengar suara, yang
tidak jelas artinya.
Puluhan tahun, dua pemuda ini terbaring di atas tempat
tidur yang sama, di ruangan yang sama. Untuk bergerak memindah posisi badan
pun, harus dibantu orang lain. Makan harus disuapi, minum harus dibantu, karena
meraih pun tak sanggup. Buang hajat pun, di atas tempat tidur ini, tanpa cebok.
Kecuali jika ada yang membantu. Tak lama berselang, saat Suprianto usai buang
hajat, Jaswadi, datang kemudian menceboki dan membersihkan kotoran yang
menempel diantara kaki adiknya. Setelah bersih, kemudian mengenakan baju dan
celana untuk sang adik.
Ini sebagian kecil dari keseharian Jaswadi, yang kini
berumur 29 tahun. Jaswadi merupakan saudara tengah di antara keduanya. Urutan
kelahirannya, Wiji, Jaswadi, Suprianto. “Ya setiap hari seperti ini,” tuturnya
saat ditemui Reog.tv di rumahnya, Rabu (26/3/2014).
Rutinitas merawat dua saudaranya seorang diri ini,
dijalani Jaswadi sejak 2 tahun terakhir, setelah Yainem ibunya meninggal. Dulu,
saat ibunya masih hidup, dua saudaranya yang cacat sejak bayi ini dirawat
bergantian bersama ibunya. Sekaligus, Jaswadi bekerja mencari nafkah.
Namun, sejak sang ibu meninggal, Jaswadi bekerja sendiri
untuk mencukupi kebutuhan hidup, sekaligus menjadi perawat bagi dua sudaranya
ini. Padahal, penghasilannya sebagai buruh serabutan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Hanya cukup untuk memberi makan, bagi
saudaranya ini.
Pagi hari sebelum berangkat kerja, Jaswadi memasak,
menyiapkan makan dan menyuapi dua saudaranya ini. Usai menyuapi, berangkat
bekerja.
“Berkerja apa saja, Ya mencangkul, menyiram tanaman,
menjemur hasil panen atau apa saja. Biasanya di rumah pak lurah,” kata Jaswadi
yang hanya lulusan SMP ini.
Tengah hari, saat istirahat makan siang, ia pulang
membawa nasi pemberian Pak Lurah. Kembali menyuapi dua saudaranya. Usai
menyuapi, balik lagi kerja, hingga sore. Pulang dari bekerja, membawa nasi,
kembali untuk diberikan kepada saudaranya.
Terkadang, warga di sekitar rumahnya yang peduli, memberi
bantuan makan. Namun terkadang juga tidak makan sama sekali, karena tak ada
makanan dan tidak ada yang mempekerjakannya.
Meski demikian, Jaswadi yang lulus SMP ini, tak pernah
mengeluh. Dengan sabar, ia tetap merawat dua saudaranya ini, dengan penuh kasih
sayang. Ia juga terus bekerja, meskipun hasilnya tidak banyak. Baginya, bekerja
dan merawat dua saudaranya ini adalah tanggung jawab yang harus dijalani. ” Ini
sudah kewajiban saya, mau diapain lagi, kan gak bisa. Saya tanggung jawab,”
tuturnya lirih.
Jaswadi sendiri adalah anak ketiga dari empat bersaudara
pasangan Setu dan Yainem. Kedua orang tuanya itu sudah lama meninggal,
sementara kakak perempuan Jaswadi sudah berumah tangga, dan tak lagi mengurus
adik-adiknya. Hanya Jaswadi yang mengurus kakak dan adiknya yang lumpuh ini.
Dan, meski dalam kondisi miskin dan serba terbatas, ia tetap tegar menjalani
hidup.
Adakah yang peduli dengan nasib mereka? mari ulurkantanganmu Salurkan kepedulian anda
via Mandiri an. Tarmin No Rek. 138-00-0686197-0, setelah melakukan transfer
mohon konfirmasi jumlah dan alamat lengkap via email amiengmc_01@yahoo.com
ataupun bisa sms ke 085293174612 untuk pengelolaan Administrasi. Terima kasih,
Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan sahabat semua! Aamiin!
Sedikit Dari anda menjadi berkah buat mereka..
Sedikit Dari anda menjadi berkah buat mereka..
sumber informasi : http://reog.tv/blog/kisah-tegar-jaswadi-puluhan-tahun-merawat-dua-saudaranya-yang-lumpuh-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar