Home » , , » Pola Kepemimpinan Rasulullah selalu Memelihara suasana dialogis

Pola Kepemimpinan Rasulullah selalu Memelihara suasana dialogis

Written By Amien on Kamis, 03 Desember 2015 | 05.40

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al Ahzab : 21)

Satu hal yang menjadi pola kepemimpinan Nabi Muhammad saw yang telah dipraktikkannya, yakni sikap Nabi yang selalu toleran terhadap siapapun. Di mana di dalamnya terdapat proses interaksi antara Nabi Muhammad saw. dengan ummatnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat An-Nahl ayat 125, yaitu:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Q.S. An-Nahl: 125).
Ayat ini menggambarkan bahwa para pemimpin harus senantiasa mengedepankan suasana dialogis dengan bersedia bertukar pikiran melalui cara yang lebih baik dengan orang-orang yang dipimpinnya. Sikap seperti ini sering Nabi Muhammad saw. Lakukan dalam kepemimpinannya. Suasana dialogis tersebut tumbuh dalam sebuah kepemimpinan demokratis dengan ciri berusaha menyinkronkan antara kepentingan dan tujuan, mengutamakan kerja sama dalam pencapaian tujuan, terbuka terhadap kritik, mau menerima saran dan pendapat orang lain. Sikap-sikap seperti itulah yang dilakukan Nabi Muhammad saw. ketika menerima kritik dan saran. Ini pernah terjadi ketika ada peristiwa– seorang sahabat mengkritik tentang sistem pembagian harta ghanimah dari salah satu peperangan yang terjadi. Nabi mendengar kritik ini dengan lapang dada walaupun kritik itu tidak benar.
Sikap terbuka terhadap kritik dan mendengar pendapat orang lain beliau tunjukkan dalam proses musyawarah yang menjadi ciri kepemimpinan beliau yang bersifat demokratis. Allah telah memerintahkan Nabi Muhammad saw. Untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam urusan-urusan penting dalam memperhatikan pandangan mereka sebelum mengambil keputusan. Beliau memberikan teladan besar bagi para pengikutnya dan menciptakan semangat demokrasi serta kejujuran di kalangan mereka.
Sesuai petunjuk al-Qur’an Nabi Muhammad saw mengembangkan budaya musyawarah di kalangan para sahabat. Meskipun beliau seorang rasul tidak enggan beliau meminta pendapat dan berkonsultasi kepada para sahabat dalam masalah kemasyarakatan, tetapi dalam berkonsultasi Nabi Muhammad saw. tidak hanya mengikuti satu pola saja, sering kali beliau bermusyawarah hanya kepada beberapa senior saja. Tidak jarang pula beliau hanya meminta pertimbangan dariorang-orang yang ahli dalam hal yang dipersoalkan/profesional. Terkadang beliau melemparkan masalah- masalah kepada pertemuan yang lebih besar khususnya masalah-masalah yang mempunyai dampak luas bagi umat. Terkadang Nabi Muhammad saw. tidak selalu mengikuti nasihat para sahabat, beliau melakukan hal itu karena sering mendapat petunjuk dan wahyu dari Allah.
Salah satu peristiwa yang memberi bukti bahwa Nabi Muhammad saw selalu mengedepankan budaya musyawarah sebagai wujud beliau yang demokratis terhadap siapapun yakni Menjelang perang badar Nabi Muhammad saw. memutuskan posisi bagi beliau dan pasukan Islam yang pada saat itu berada di dekat mata air.
Kemudian seorang yang berasal dari kelompok Anshor, bernama Hubbab bin Mundhir datang kepada Nabi dan menanyakan apakah keputusan Nabi itu berdasarkan atas petunjuk dari Allah atau keputusan beliau sendiri dalam menghadapi strategi perang. Nabi menjawab bahwa keputusan itu semata-mata perhitungan beliau dan bukan atas petunjuk Allah. Kemudian Hubbab mengusulkan pendapat bahwa sebaiknya pasukan Islam menempati posisi lebih maju dekat mata air yang paling depan, sehingga pasukan Islam dapat mengisi kantong air mereka kalaupun nanti pasukan Islam harus terpaksa mundur. Baru kemudian mata air ditutup dengan pasir agar pasukan musuh tidak dapat memperoleh air. Atas saran itu Nabi menerima dan mengikuti apa yang diusulkan oleh Hubbab.
Nabi Muhammad tidak merasa malu, bahkan menganjurkan supaya menerima pendapat dan saran (nasihat) dari orang yang pekerjaannya atau pendidikannya rendah sekalipun. Ini menunjukkan bahwa pada diri Nabi Muhammad saw. tidak ada sifat keangkuhan intelektual (intellectual shobism) yang merasa paling pandai dan serba tahu yang menjadi ciri tipe pemimpin paternalistik. Wa Allahu a’lam


www.academia.edu
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Uluran tangan anda sangat membantu mereka yang membutuhkan! - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger